Sesuai dengan
prinsip dari model CTL maka teori – teori pendukung yang sesuai untuk penerapan
CTL dalam pembelajaran adalah sebagai berikut :
A. Teori Piaget
Menurut Piaget, manusia tumbuh
beradaptasi ,dan berubah melalui perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan
sosio-emosional, dan perkembangan kognitif. Perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa
jauh anak memanipulasi dan aktif dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Ada tiga
aspek perkembangan intelektual yaitu : struktur, isi, dan fungsi. Struktur atau
skemata merupakan organisasi mental tingkat tinggi yang terbentuk pada individu
waktu ia berinteraksi dengan lingkungannya. Isi merupakan pola perilaku khas
anak yang tercermin pada responnya terhadap berbagai masalah atau situasi yang
dihadapi. Sedangkan fungsi adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat
kemajuan – kemajuan intelektual. Fungsi itu sendiri terdiri dari organisasi dan
adaptasi. Organisasi memberikan organisme kemampuan untuk meng – organisasi
proses – proses fisik atau proses – proses psikologi menjadi system – system
yang teratur dan berhubungan.
Fungsi kedua yang melandasi perkembangan itelektual adalah adaptasi.
Semua organisme lahir dengan kecenderungan untuk menyesuaikan diri atau
beradaptasi dengan lingkungan mereka. Cara beradaptasi ini berbeda antara
organisme yang satu dengan yang lainnya. Adaptasi terhadap lingkungan dilakukan melalui dua proses , yaitu asimilasi
dan akomodasi. Dalam proses asimilasi seseorang mengunakan struktur atau
kemampuan yang sudah ada untuk menangulangi masalah yang dihadapi dalam
lingkungannya. Sedangkan dalam proses akomodasi seseorang memerlukan modifikasi
struktur mental yang ada dalam mengadakan respon terhadap tantangan
lingkungannya.
Piaget mengemukakan dalam teorinya bahwa kemampuan kognitif manusia
berkembang menurut empat tahap, dari lahir sampai dewasa. Tahap – tahap itu
beserta urutannya berlaku untuk semua
orang, akan tetapi usia pada saat seseorang mulai memasuki sesuatu tahapan
tertentu tidak selalu sama untuk setiap orang. Keempat tahap tersebut adalah :
1. Tahap sensori motor ( sensory motor
stage) :
Tahap sensori motor berlangsung sejak
manusia lahir sampai berusia sekitar 2 tahun. Pada tahap ini pemahaman anak
tentang berbagai hal bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh beserta alat –
alat indera. Sebagai contoh, pada tahap ini anak tahu bahwa didekatnya ada
sesuatu barang mainan kalau ia menyentuh barang itu. Pada tahap ini tanpa
mengunakan kegiatan tubuh atau indera anak belum bisa memahami sesuatu.
2. Tahap pra – operasional (pre –
operational stage):
Tahap pra – operasional berlangsung
kira- kira usia 2 tahun sampai 7 tahun. Pada tahap ini, dalam memahami sesuatu
siswa tidak lagi hanya bergantung kepada kegiatan. (gerakan) tubuh yang
inderanya, dalam arti, anak sudah mengunakan pemikirannya dalam berbagai hal.
Akan tetapi, pada tahap ini pemikiran anak masih bersifat egosentris, artinya pemahamannya
mengenai berbagai hal masih terpusat pada dirinya sendiri. Pada tahap ini anak berpikir
bahwa orang – orang mempunyai pemikiran
dan perasaan seperti yang ia alami. Dengan kata lain, pada tahap ini anak belum
bisa berpikir secara obyektif, lepas darinya sendiri.
Pada tahap ini anak masih kesulitan dalam melakukan pembalikan pemikiran
(reversing thought). Juga pada tahap ini anak masih mengalami kesulitan dalam
berpikir secara induktif ataupun deduktif, tetapi pada tahap ini anak cenderung
berpikir transduktif (dari hal khusus ke hal khusus yang lain), sehingga cara
berpikirnya belum tampak logis.
3. Tahap operasi kongkret (concrete –
operational stage)
Tahap ini berlangsung kira – kira dari usia 7 sampai 12 tahun. Pada tahap
ini tingkat egosentris anak sudah berkurang, dalam arti bahwa anak sudah dapat
memahami bahwa orang lain mungkin memiliki pikiran atau perasaan yang berbeda
darinya. Dengan kata lain, anak sudah bisa berpikir secara obyektif. Pada tahap
ini anak sudah dapat berpikir logis tentang berbagai hal, termasuk hal yang
rumit, tetapi dengan syarat bahwa hal – hal tersebut disajikan secara
kongkret (disajikan dalam wujud yang
bisa ditangkap dengan panca indera). Tanpa adanya benda – benda kongkret, anak
akan mengalami kesulitan dalam memahami banyak hal dan dalam berpikir logis. Sehingga, untuk anak
yang berada pada tahap ini, pengajaran
lebih ditekankan pada hal – hal yang bersifat verbal.
4. Tahap operasi formal ( formal operation stage)
Tahap ini berlangsung kira- kira
sejak usia 12 tahun ke atas. Pada tahap ini anak atau orang sudah mampu
berpikir secara logis tanpa kehadiran benda – benda kongkret, dengan kata lain
anak sudah mampu melakukan abstraksi. Akan tetapi, perkembangan dari tahap
operasi kongkret ke tahap ini tidak terjadi secara mendadak ataupun berlangsung
sempurna, tetapi terjadi secara gradual. Sehingga bisa terjadi tahun – tahun
pertama ketika sianak berada tahap ini, kemampuan anak dalam berpikir secara abstrak
masih belum berkembang sepenuhnya, sehingga dalam berbagai hal
si anak mungkin masih memerlukan bantuan alat peraga.
Di samping itu ada cukup banyak anak
yang memasuki tahap ini lebih lambat
dari pada anak yang lainnya. Dengan demikian ada kemungkinan, sekalipun anak
sudah berada pada bangku SMP, perkembangan kemampuan berpikirnya masih berada
pada tahap operasi kongkret. Untuk anak yang seperti ini, pembelajaran yang
hanya menekankan pada simbol – simbol dan hal – hal yang bersifat verbal akan
sulit dipahami. Oleh karena itu guru perlu memperhatikan secara seksama
kemampuan berpikir tiap - tiap siswa, sekalipun usia mereka relatif sama, agar
guru bisa memberikan perlakuan yang sesuai dengan tahap perkembangan
berpikirnya.
Teori Piaget menjelaskan bahwa
perkembangan kemampuan intelektual manusia terjadi karena beberapa faktor yang
mempengaruhinya, seperti:
- kematangan (maturation), yaitu pertumbuhan otak dan system syaraf manusia karena bertambahnya usia, dari lahir sampai dewasa.
- Pengalaman (experience), yang terdiri dari :
- Pengalaman fisik, yaitu interaksi manusia dengan objek – obyek di lingkungannya.
- Pengalaman logika-matematis, yaitu kegiatan – kegiatan pikiran yang dilakukan manusia yang bersangkutan.
- Transmisi sosial, yaitu interaksi dan kerja sama yang dilakukan oleh manusia dengan manusia lainnya.
- Penyeimbangan (equilibration), yaitu proses struktur mental (struktur kognitif). Manusia kehilangan keseimbangan sebagai akibat dari adanya pengalaman – pengalaman atau pembelajaran – pembelajaran baru, kemudian berusaha untuk menuju keseimbangan – keseimbangan baru dengan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses dimana informasi – informasi dan pengalaman – pengalaman baru “diserap” (dimasukan) ke dalam struktur kognitif manusia. Sedangkan akomodasi adalah penyesuaian pada struktur kognitif manusia sebagai akibat dari adanya informasi – informasi dan pengalaman – pengalaman baru yang diserap.
Adaptasi merupakan
keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Jika proses asimilasi seseorang
tidak dapat mengadakan adaptasi, maka terjadi ketidakseimbangan (dis equilli-brium),
akibat ketidakseimbangan ini terjadi akomodasi, dan struktur yang ada mengalami
perubahan atau timbul struktur baru, barulah terjadi equilibrium. Setelah
terjadi equilibrium, seseorang berada pada tingkat kognitif yang lebih tinggi dari sebelumnya dan mampu
beradaptasi dengan lingkungannya.
Pemanfaat teori Piaget dalam proses
pembelajaran di sekolah dapat dilihat pada pernyataan dibawah ini :
1. Memusatkan
pada proses berpikir atau proses mental. dan bukan sekedar pada hasilnya.
Disamping kebenaran siswa, guru harus
memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada jawaban itu.
2. Mengutamakan
peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam
pembelajaran. Di dalam kelas, penyajian pengetahuan jadi (ready made) tidak
mendapat penekanan, melainkan anak didorong menemukan sendiri pengetahuan itu
melalui interaksi spontan dengan lingkungannya.
3.
Memaklumi akan adanya perbedaan
individual dalam hal kemajuan perkembangan teori Piaget mengasumsikan bahwa
seluruh siswa tumbuh melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan
ini berlangsung pada kecepatan yang berbeda.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan
bahwa kegiatan pembelajaran itu memusatkan perhatian pada berpikir atau
proses mental anak, yang tidak hanya sekedar kepada hasilnya, mengutamakan
peran siswa dalam kegiatan pembelajaran, dan memaklumi perbedaan individu dalam
hal kemajuan perkembangannya.